Pages

Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan Vs Nelayan dan Masyarakat Pesisir

Monday, 7 May 2018

Hubungan masyarakat atau Public Relations sangat dibutuhkan dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Humas adalah alternatif optimal yang dipilih atau ditempuh untuk mencapai tujuan dalam kerangka rencana Public Relations. Tentunya humas juga perlu melakukan manajemen krisis. Krisis adalah suatu hal yang lumrah dialami oleh suatu perusahaan. Saat sebuah perusahaan mengalami krisis Public Relations harus menanganinya dengan tenang dan berjiwa besar. Krisis memang menakutkan, tetapi tidak harus selalu dianggap sebagai ancaman karena tidak semuanya akan menghancurkan perusahaan. Apabila dilakukan pengelolaan manajemen krisis yang tepat, maka krisis bisa dijadikan peluang untuk mendapatkan keuntungan. Semua bergantung dengan bagaimana penanggulangan krisis yang dilakukan. Krisis merupakan hal yang tidak diharapkan kedatangannya. Penanganan krisis harus segera dilakukan agar tidak berkepanjangan dan merugikan banyak pihak. Unjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu bentuk krisis yang dapat menimpa perusahaan.

Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan merupakan bagian dari proyek percepatan pembangunan PLTU 10.000 MW yang dilaksanakan oleh PLN berdasarkan Peraturan Presiden No.71 tanggal 05 Juli 2006 tentang penugasan kepada PT. PLN (Persero) untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara.

Tulisan ini akan membahas bagaimana strategi manajemen krisis yang dilakukan Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan dalam menangani krisis demo nelayan dan masyarakat pesisir Labuan. Dimulai dari bagaimana kronologi terjadinya krisis serta tahapan-tahapan krisis Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan menurut Steven Fink. Selain itu tulisan ini juga akan membahas bagaimana langkah-langkah penanganan yang dilakukan oleh Public Relations Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan dalam manajemen krisis merujuk pada teori Situasional Publik yang dicetuskan oleh James E. Grunig. 

Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan dengan kapasitas 300 MW diresmikan pada tanggal 28 Januari 2010 oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan dengan total kapasitas 2 x 300 MW berlokasi di Jl. Laba Terusan Panimbang, Desa Sukamaju, Kec. Labuan, Pandeglang Banten. Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan ini merupakan bagian dari proyek percepatan pembangunan PLTU 10.000MW yang dilaksanakan oleh PLN berdasarkan Peraturan Presiden No. 71 tanggal 5 Juli 2006 tentang penugasan kepada   PT. PLN (Persero) untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang   menggunakan batubara. Peraturan Presiden ini menjadi dasar bagi pembangunan 10 PLTU di Jawa dan 25 PLTU di luar Jawa Bali atau yang dikenal dengan nama Proyek Percepatan PLTU 10.000   MW.

Pembangunan proyek-proyek PLTU tersebut dilakukan guna mengejar kekurangan pasokan tenaga listrik sampai beberapa tahun ke depan. Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan ini dibangun selain untuk menunjang program diversifikasi energi ke non-bahan bakar minyak (BBM) dengan memanfaatkan batubara berkalori rendah yang cadangannya tersedia melimpah di tanah air, juga bertujuan lain yaitu untuk menekan harga pokok produksi (HPP). Proyek percepatan pembangunan pembangkit 10.000 MW mulai menunjukkan hasilnya dengan masuknya PLTU Labuan unit 1 ke sistem interkoneksi Jawa Bali sejak Juli 2009. Sedangkan unit 2 yang berkapasitas sama, mulai masuk ke interkoneksi Jawa Bali sejak Maret 2010. Beberapa tujuan dibangunnya Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan ini adalah untuk:
  • Mengurangi penggunaan BBM untuk operasional pembangkitan dalam jumlah cukup signifikan, sehingga dapat mengurangi subsidi BBM. 
  • Pemanfaatan energi alternatif (batubara) yang saat ini tersedia cukup banyak   di Kalimantan dan Sumatera, secara signifikan akan meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat pada wilayah sumber batubara, dilain pihak BBM oleh pemerintah hanya untuk export guna menghasilkan devisa negara.
  • Meningkatkan mutu dan keandalan sistem penyediaan, penyaluran serta pelayanan tenaga listrik, yang pada gilirannya akan mendorong kegiatan ekonomi daerah, regional   dan nasional serta meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. 
  • Menanggulangi krisis energi listrik akibat pertumbuhan beban, khususnya untuk wilayah Jawa Bali, dengan terwujudnya  regional balanced system ketenagalistrikan Jawa Bali. Dengan penggunaan bahan bakar non BBM, maka HPP listrik dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan efisiensi perusahaan 
  • Mempercepat proses pertumbuhan wilayah/daerah setempat disekitar Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan, dengan akan bertumbuhnya berbagai sarana pemukiman, industri kecil, menengah dan besar.

Pada 07 Agustus 2017, terjadi kasus yang cukup menjadi perhatian pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan. Kawasan Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan dikepung oleh ratusan nelayan dan masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Pesisir Labuan (MPL). Mereka menuntut perbaikan lingkungan pesisir terutama terkait pendangkalan Muara Sungai Teluk dan pesisir Teluk. Kasus demo nelayan dan masyarakat ini disebabkan karena kandasnya salah satu kapal tongkang pengangkut batubara yang akan dikirim ke Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan pada Juni 2017 yang menyebabkan pendangkalan muara.


Bagaimana terjadinya krisis yang dialami Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan dapat dijelaskan melalui tahapan krisis seperti yang dikemukakan oleh Stefen Fink, sebagai berikut:
  1. Krisis Prodromal. Sering juga disebut dengan crisis build up/precrisis/warning stage/turning point. Tahap ini sering dilupakan dan tidak ditanggapi serius karena perusahaan masih lincah dan terkesan hanya tersandung masalah kecil saja dan mengangap hal yang wajar dalam perjalanan organisasi/perusahaan. Fase ini ditandai dengan munculnya gejala-gejala awal. Apabila tidak langsung ditanggapi maka akan berlanjut pada tahap krisis akut. Pada kasus Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan tahap ini terjadi ketika ada kasus kandasnya kapal tongkang pengangkut batubara milik mitra kerja yang akan dikirim ke Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan pada bulan Juni 2017 yang lalu. Pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan mengetahui kecelakaan tersebut tetapi tidak memprediksi bahwa tumpahan batubara tersebut dapat menyebabkan pendangkalan. Hal dikarenakan pada saat kandasnya kapal tongkang pengangkut batubara terjadi masyarakat tidak memberikan respon negatif. Hal ini diabaikan oleh Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan sampai pendangkalan muara menganggu aktivitas para nelayan sehingga terjadi demo nelayan dan masyarakat pesisir Labuan. Pada saaat ini Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan tidak menganggap kasus kandasnya kapal tongkang pengangkut batubara sebagai peringatan untuk memprediksi akibat yang dapat ditimbulkan. Public Relations Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan mengabaikannya dan menganggap tidak terjadi apa-apa pada perusahaan. Tindakan Public Relations Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan pada situasi prodromal ini seharusnya ialah tanggap terhadap kasus tersebut dan melakukan pengidentifikasian terhadap dampak yang akan ditimbulkan. Sehingga ketika ternyata tumpahan batubara meyebabkan pendangkalan, pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan dapat melakukan penanggulangan sebelum demo nelayan dan masyarakat pesisir Labuan terjadi.
  2. Krisis Akut. Pada tahap ini orang mengatakan:  “telah terjadi krisis”. Meski ini bukan awal dari krisis, tetapi orang menganggap ini adalah awal mula suatu krisis. Pada tahap ini kerusakan sudah mulai bermunculan, korban mulai berjatuhan, protes dan reaksi lingkungan semakin santer, isu berkembang makin meluas. Kesulitan dalam menangani tahap akut adalah kemampunan untuk mengantisipasi intensitas krisis dan tekanan akibat krisis tersebut. Gejala yang semula samar-samar atau bahkan tidak terlihat sama sekali oleh pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan mulai tampak jelas. Tahap akut memperlihatkan kerusakan yang mulai muncul yaitu pendangkalan muara dan kerusakan ekosistem akibat tumpahan batubara. Lalu reaksi dari masyarakat mulai berdatangan, isu tentang penyebab pendangkalan mulai menyebar luas. Krisis terjadi karena tidak terdeteksi dan ditangani sebelumnya. Pada kasus Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan, tahap ini terjadi ketika nelayan dan masyarakat pesisir Labuan melakukan demo. Demo dilakukan karena nelayan mengeluhkan dampak dari pendangkalan yaitu ikan yang mereka dapatkan sedikit. Mereka duga mengeluhkan dampak limbah dan jangkar kapal tongkang batubara yang dibuang ke laut. Limbah menyebabkan ikan bermigrasi ke tengah laut dan jangkar tongkang sering tersangkut di jaring nelayan. Terlebih kandasnya kapal yang menyebabkan batubara tumpah ke laut selain menyebabkan kerusakan ekosistem juga menyebabkan pendangkalan. Karena menganggap pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan adalah penyebab pendangkalan muara, maka para nelayan dan masyarakat pesisir Labuan meminta tanggungjawab kepada pihak perusahaan. Mereka meminta pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan segera pengerukan dilakukan di muara. 
  3. Krisis Kronik. Tahap ini dikenal juga dengan istilah “clean up phase atau post mortem”. Pada tahap ini badai mulai reda, korban mulai dievakuasi, laporan peristiwa sudah semakin jelas dan akurat. Masysrakat dan manajemen sudah lelah sehingga perlu suatu kondisi recovery. Pada tahap ini juga merupakan tahap penentuan bagi organisasi apakah akan menjadi lebih baik atau semakin buruk. Hal ini tergantung dari manajemen krisis yang diterapkan. Cara Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan dalam mengembalikan kepercayaan publik terhadap perusahaan adalah mempelajari penyebab krisis dengan melakukan pengambilan sampel di lokasi pendangkalan. Analisa sampel dilakukan melalui kerjasama dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Banten. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa penyebab pendangkalan yang terjadi di muara ialah tidak sepenuhnya karena tumpahan batubara, tetapi sebagian besar disebabkan kerana tumpukan sampah yang sudah bertahun-tahun. Berdasarkan hasil sampel yang memberikan fakta bahwa pendangkalan tidak hanya disebabkan oleh tumpahan batubara, pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan tetap melakukan pengerukan muara sesuai dengan permintaan masyarakat. Pengerukan tersebut dikoordinasi pula dengan pihak mitra kerja pengangkut batubara yang sempat kandas. Selain melakukan pengerukan pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan juga memperbaiki sistem perusahaan agar dapat bekerja dengan lebih maksimal.
  4. Krisis Resolusi. Tahap ini dikenal dengan tahap penyembuhan. Tahap penyelesaian akhir, dimana ditandai bahwa krisis tidak lagi merupakan ancaman bagi organisasi. Organisasi telah melakukan pembenahan dan mulai kembali aktifitasnya. Dalam tahap ini perlu dikembangkan sikap waspada untuk mengantisipasi kemungkinan krisis akan muncul kembali (siklus krisis kembali ke prodomal). Tindakan yang dilakukan Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan pada tahap ini adalah dengan terus menjalin komunikasi. Hal itu dilakukan agar kedekatan dengan masyarakat dan aparat pemerintah terjalin dengan baik. Sehingga rencana kedepan pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan serta masukan dari masyarakat bisa di sinergikan. Selain itu, komunikasi juga diperlukan agar kekurangan dan kelebihan pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan bisa diketahui. Kasus krisis Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan ini berada pada tipologi Sel 1. Hal ini dikarenakan adanya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja ini dialami oleh karena kandasnya kapal pengangkut batubara milik mitra kerja Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan.
Mengacu pada Teori Situasional Publik, yang menyatakan bahwa publik memiliki ketertarikan terhadap isu. Apabila muncul suatu isu, maka publik akan terbentuk. Apabila isu konvensional, publik akan terkotak-kotak dan menimbulkan banyak spekulasi. Segala informasi dan kepastian yang diberikan bertujuan agar publik tidak membuat kesimpulan-kesimpulan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

Hal ini dibuktikan ketika pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan mengetahui kecelakaan tersebut tetapi tidak memprediksi bahwa tumpahan batubara tersebut dapat menyebabkan pendangkalan. Hal dikarenakan pada saat kandasnya kapal tongkang pengangkut batubara terjadi masyarakat tidak memberikan respon negatif. kondisi ini diabaikan oleh Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan sampai demo nelayan dan masyarakat pesisir Labuan terjadi.

Pada saat itu Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan tidak menganggap kasus kandasnya kapal tongkang pengangkut batubara sebagai peringatan untuk memprediksi akibat yang dapat ditimbulkan. Public Relations Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan mengabaikannya dan menganggap tidak terjadi apa-apa pada perusahaan. Tindakan Public Relations Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan pada situasi tidak tanggap terhadap kasus tersebut dan melakukan pengidentifikasian terhadap dampak yang akan ditimbulkan. 

Setelah enam bulan berlalu, masyarakat mulai mengeluhkan muara yang mengalami pendangkalan. Pendangkalan tersebut membuat transportasi keluar masuk kapal nelayan terganggu serta ikan yang mereka didapatkan berkurang. Masyarakat mengira bahwa penyebab pendangkalan tersebut adalah tumpahan batubara beberapa bulan yang lalu. Tetapi pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan mengabaikan isu yang berkembang tersebut. Sampai pada akhirnya nelayan dan masyarakat pessir melakukan demo untuk meuntut pengerukan pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan baru melakukan pengujian sampel. Pengujian sampel dilakukan bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Banten. Hasilnya penyebab pendangkalan muara bukan hanya karena tumpahan batubara, tetapi sebagian besar karena tumpukan sampah yang telah bertahun-tahun. Informasi mengenai fakta penyebab pendangkalan dari Dinas Lingkungan Hidup tersebut tidak disampaikan oleh pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan kepada para nelayan dan masyarakat pesisir Labuan. Mereka beranggapan bahwa masyarakat umumnya hanya menginginkan bantuan pengerukan mura serta tidak membutuhkan data penyebab pendangkalan hasil uji sampel yang telah dilakukan tersebut. 

Hal ini sangat disayangkan karena masyarakat tidak mengetahui kebenarannya. Masyarakat sampai saat ini tidak mengetahui bahwa penyebab pendangkalan muaran bukan hanya kerana tumpahan batubara. Masyarakat hanya mengetahui bahwa pendangkalan disebabkan oleh pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan.

Sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian dengan masyarakat, pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan memenuhi tuntutan masyarakat untuk melakukan pengerukan. Pengerukan tidak hanya dilakukan oleh pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan tetapi juga berkoordinasi dengan pihak pengangkut batubara. Setelah dilakukan pengerukan, ternyata masyarakat memiliki tuntutan baru yaitu pembangunan kantor desa. Tuntutan kedua dari masyarakat kemabali dipenuhi oleh pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan.
Setelah dilakukan pengerukan muara dan pembangunan kantor desa ternyata masyarakat memberikan tuntutan pembangunan baru tetapi tidak dipenuhi oleh pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan karena keterbatasan pada anggaran. 

Salah satu penyebab tuntutan tak bekesudahan dari masyarakat adalah dikarenakan segala informasi dan kepastian mengenai hasil uji sampel penyebab pendangkalan yang tidak diberikan kepada masyarakat. Hal ini membuat publik membuat kesimpulan-kesimpulan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Masyarakat membuat kesimpulan bahwa peyebab pendangkalan adalah pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan sehingga mereka leluasa untuk membuat tuntutan pembangunan-pembangunan yang diluar program bantuan tahunan yang telah ditetapkan oleh pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan.

Dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh publik sehingga dapat memberikan respon secara cepat. Merupakan tugas dari Public Relations agar dapat selalu memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh publiknya. Hal ini menjadi sangat penting karena isu-isu yang beredar di antara masyarakat meluas dan berkembang sangat cepat. Dengan tidak mengatakan apapun, sebuah organisasi dianggap telah membuat keputusan. Terlebih lagi kebanyakan orang, lebih dari 65% mendengarkan kata “no comment”, maka mereka menganggap pihak yang berkata “no comment” tersebut bersalah (Nova, 2011:197-198).

Pada saat terjadi krisis pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan melakukan media gathering dengan dengan tidak berdiam diri dan mengatakan “no comment” karena jawaban tersebut dapat ditafsirkan bahwa perusahaan tidak ingin bekerjasama dalam penyelesaian krisis dan secara jelas tampak perusahaan menyembunyikan sesuatu. Dampak negatif seperti ini lah yang dihindai oleh Public Relations Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan.

If reporters contact you first and you are unaware of the crisis, do not rattle on without knowing details. Ask if you can call back in a few minutes, saying frankly, “I need to find out what’s going on.” Get the facts and then call the reporter back at the appointed time to communicate them (Fearn-Banks, 2007:19)”.

Apabila Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan memilih diam maka itu akan membuat media marah dan menambah masalah. Di sisi lain juru bicara yang tidak berpengalaman, gugup dalam berspekulasi atau menggunakan bahasa emosi akan memperburuk keadaan. Kebanyakan Public Relations profesional mempertimbangkan aturan untuk komunikasis selama krisis untuk mengatakan semuanya dan mengatakan dengan cepat.

Pada saat pihak Lembaga Swadaya Masyarakat datang Public Relations mengatakan bahwa selama ini lingkungan di kawasan Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan dipantau oleh LAPI ITB. LAPI ITB akan melakukan pengambilan sampel untuk memerikasa semua kondisi baik itu limbah, asap ataupun yang lainnya. Selama ini Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan baik-baik saja karena masih berada dalam ambang batas. 

Manajemen krisis yang dilakukan oleh Public Relations Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan sudah cukup baik, respon yang diberikan oleh perusahaan ketika masa terjadi krisis dalam menghadapi berbagai tuntutan dari pihak-pihak yang saat itu merasa dikecewakan sudah tepat. Masyarakat telah menerima pertangungjawaban perusahaan. Hal itu dibuktikan dengan tidak muncul kembali aksi demo dengan tuntutan yang sama terhadap pihak Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 2 Labuan.



Referensi:

Anthonissen, Peter F.2008.Crisis Communication: practical PR strategies for reputation management and company survival.London and Philadelphia: Kogan Page
Ardianto, Elvinaro.2010.Metodologi Penelitian untuk Public Relations: Kuantitatif dan Kualitatif.Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Fearn-Banks, Kathleen.2007.Crisis Communications: A Casebook Approach.New Jersey London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers
Kadar Nurjaman dan Khaerul Umam.2012.Komunikasi dan Public Relations.Bandung: Pustaka Setia.
Kasali, Rhenald.2003. Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT. Pusaka Utama Grafiti.
Morissan, dkk.2006.Pengantar Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional.Jakarta Selatan: Ramdina Prakarsa.
Nova, Firsan.2011.Crisis Public Relations.Jakarta: Rajawali Pers.
Oliver, Sandra. 2007.Strategi Public Relations.Jakarta: Erlangga.
Ruslan, Rosady.2007.Manajemen Public Relations & Media Komunikasi: Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers
Nurprapti Wahyu Widyastuti. 2017.Materi Perkuliahan Manajemen Krisis.FISIP Untirta
http://romerto.blogspot.co.id/2016/01/analisis-manajemen-krisis-nestle.html
http://www.academia.edu/6300023/Management_Issue
https://www.nestle.co.id/ina/tentangnestle/sejarah
https://xpresspublicrelations.wordpress.com/2016/03/13/pr-selamatkan-nestle-dari-kehancuran/

2 comments:

  1. cuma mau bilang nisa itu cantik :) :v :D

    ReplyDelete
  2. Terima kasih.
    Baca-baca tulisan di blog ini lagi ya!

    ReplyDelete