Berikut adalah pokok-pokok pikiran dari Teori “The Spiral of Silence” sebagaimana dikemukakan oleh Elizabeth Noelle-Neumann (1974; 1984; 1991):
a. Individu pada umumnya memiliki ketakutan untuk terisolasi
b. Ketakutan akan terisolasi menyebabkan individu mencoba untuk menilai iklim opini publik
c. Perilaku publik dipengaruhi oleh penilaian akan opini publik
Pokok-pokok pemikiran dari Teori “The Spiral of Silence” memiliki artian bahwa masyarakat dari kelompok mayoritas yang memegang kekuasaan akan memberikan ancaman berupa isolasi kepada mereka yang dianggap berada pada kelompok minoritas. Noelle-Neumann beranggapan bahwa masyarakat kita cenderung untuk bergantung pada orang-orang yang menentukan nilai tertentu dan dalam hal ini, opini publik memegang peranan dalam menentukan apakah nilai-nilai ini diyakini secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat atau tidak. Bahkan orang-orang yang sedang berada dalam kelompok mayoritas sering merasa perlu untuk mengubah pendiriannya. Sebab kalau tidak, ia akan merasa sendiri. Hal ini bisa diamati pada individu yang menjadi masyarakat pendatang di suatu kelompok tertentu. Ia merasa perlu diam seandainya pendapat mayoritas bertolak belakang dengan pendapat dirinya atau kalau pendapat itu tidak merugikan dirinya, bahkan ia merasa perlu untuk mengubah pendirian sesuai dengan kelompok mayoritas tempat ia berada.
a. Individu pada umumnya memiliki ketakutan untuk terisolasi
b. Ketakutan akan terisolasi menyebabkan individu mencoba untuk menilai iklim opini publik
c. Perilaku publik dipengaruhi oleh penilaian akan opini publik
Pokok-pokok pemikiran dari Teori “The Spiral of Silence” memiliki artian bahwa masyarakat dari kelompok mayoritas yang memegang kekuasaan akan memberikan ancaman berupa isolasi kepada mereka yang dianggap berada pada kelompok minoritas. Noelle-Neumann beranggapan bahwa masyarakat kita cenderung untuk bergantung pada orang-orang yang menentukan nilai tertentu dan dalam hal ini, opini publik memegang peranan dalam menentukan apakah nilai-nilai ini diyakini secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat atau tidak. Bahkan orang-orang yang sedang berada dalam kelompok mayoritas sering merasa perlu untuk mengubah pendiriannya. Sebab kalau tidak, ia akan merasa sendiri. Hal ini bisa diamati pada individu yang menjadi masyarakat pendatang di suatu kelompok tertentu. Ia merasa perlu diam seandainya pendapat mayoritas bertolak belakang dengan pendapat dirinya atau kalau pendapat itu tidak merugikan dirinya, bahkan ia merasa perlu untuk mengubah pendirian sesuai dengan kelompok mayoritas tempat ia berada.
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSM_2U39Nf7gKXSj-Ps3os3HyioctwtawqJDWyZ7MYZ6fcnCL0v |
Teori ini pun menjelaskan bahwa perilaku publik dipengaruhi oleh evaluasi opini publik. Perilaku publik dapat berupa berbicara mengenai suatu topik atau diam. Manusia enggan untuk mendiskusikan suatu topik yang tidak memiliki dukungan dari kaum mayoritas sehingga jika ia merasa ada dukungan dari kelompok mayoritas mengenai suatu topik, maka ia akan cenderung untuk mengkomunikasikannya. Namun, jika merasa bahwa orang lain tidak mendukung topik yang ingin didiskusikan maka mereka akan cenderung untuk diam.
Asumsi yang menyatakan bahwa individu pada umumnya memiliki ketakutan untuk terisolasi terbukti kebenarannya apabila dikaitkan dengan salah satu faktor yang membantu menentukan apakah seseorang akan menyuarakan opini publik, yaitu: “pendukung opini yang dominan lebih bersedia untuk menyuarakan opini dibandingkan mereka yang memiliki opini minoritas”. Namun tidak terbukti kebenarannya saat dikaitkan dengan faktor yang menyatakan bahwa orang akan lebih berani berpendapat jika pendapat ini sesuai dengan keyakinan mereka dan juga sesuai dengan tren terkini dan semangat dari kelompok seusianya. Ancaman untuk terisolasi tidak akan membuat mereka diam bila pendapat yang akan mereka utarakan sesuai dengan keyakinan, contohnya seorang muslim yang percaya daging babi itu haram akan menolak opini bahwa daging babi itu halal atau ketika ia diundang untuk pesta daging babi. Orang ini akan cenderung untuk menolak dengan memperlihatkan perbedaan pendapatnya.
Asumsi yang menyatakan bahwa “ketakutan akan terisolasi menyebabkan individu mencoba untuk menilai iklim opini publik” serta “perilaku publik dipengaruhi oleh penilaian akan opini publik” terbukti kebenarannya saat dikaitkan dengan beberapa faktor yang membantu menentukan apakah seseorang akan menyuarakan opini publik, diantaranya orang mendapat kekuatan untuk menyuarakan pendapat melalui berbagai sumber, orang akan cenderung berbagi pendapat dengan mereka yang memiliki kesepakatan yang sama pada pendapat tersebut, orang menyatakan pendapat jika itu sesuai dengan pandangan masyarakat dan pendukung opini yang dominan lebih bersedia untuk menyuarakan opini dibandingkan mereka yang memiliki opini minoritas.
Di indonesia terdapat dua kelompok besar yang setuju dengan penerapan demokrasi dan yang tidak. Bagi kelompok yang pro, masyarakat dinaytakan sebagai pilar utama negara, maka demokrasi harus dijalankan dalam berbagai aspek kehidupan. Sedangkan kelompok penentang mengatakan bahwa kita memiliki Pancasila untuk mengatur negara yang mementingkan persatuan. Kalangan islam berpendapat bahwa demokrasi dalam islam sudah ada dan tidak perlu mengubahnya. Berbagai pendapat tersebut berkembang dan bertarung baik dalam wacana keseharian maupun melalui media massa. Namun, sejalan dengan perkembangan dan perubahan politik dunia, ide pelaksanaan demokrasi menang. Kelompok yang awalnya menentang demokrasi kini diam. Karena mayoritas opini yang berkembang adalah mendukung pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Saat ini nyaris tidak ada orang yang secara terang-terangan menolak demokrasi. Mereka yang menolak hanya mengatakannya pada sesama kelompok, mulai menyembunyikan perbedaan opini, diam dan bahkan mulai mendukung ide pelaksanaan demokrasi.
Referensi:
Richard West dan Lynn H. Turner, Penganar teori komunikasi analisis dan aplikasi, salemba humanika, 2014, Jakarta
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, Rajawali Pers, Jakarta, 2015.
No comments:
Post a Comment